10 Tahun Pengabdian "Guru Honorer"
Guru Honorer |
Bismillah, menulis kembali setelah pandemi ini membuat banyak perubahan secara mental bahkan suara disudut relung hati. Melatih kembali jemari ini agar tetap peka terhadap lingkungan sekitar dan otak akan selalu bekerja memupuk rasa malu jika tidak menjadi salah satu bagian dalam proses pergerakan berlomba-lomba dalam kebaikan. Tak terasa sudah 10 tahun perjuangan menjadi guru honorer dengan segala problematika yang ada menghiasi sekaligus menjadi pembelajaran diri. Beribu syukur untuk tercapainya salah satu impian dalam hidup ini yang telah terkabul dan dijalani hingga kini.
Perlu diingatkan tulisan ringan ini bersifat lebih kepada curhat hangat
akan lika-liku antara kehidupan, pekerjaan dan keluarga yang mungkin bisa
membuat pembaca bosan atau bahkan ketagihan. Artinya jika ada keburukan
didalamnya mohon untuk tidak ditiru dan ambillah sisi kebaikanya saja. Tulisan
ini saya buat untuk menepati 10 tahun mengajar juga sebagai simbol perjuangan
secara pribadi juga suara sebagai salah satu guru honorer dan potret kecil
didalamnya.
BAGIAN PERTAMA : Awal Mimpi ini Tumbuh “Guruku Inspirasiku”
Bagai sebidang tanah yang
terbolak-balik oleh waktu dan menjadikanya subur kemudian tersemai oleh satu varietas benih yang sangat
unggul bernama “mimpi”. Begitulah yang saya rasa ketika pertama kali menemukan
guru yang sangat menginspirasi perjalan hidup ini. Sering saya bagikan cerita
ini kepada peserta didik dikelas bahkan diluar kelas saat membimbing mereka.
Guru yang mengubah semua anggapan tentang masa depan yang akan saya jalani dan
untuk apa tujuan saya belajar selama ini, dari seorang murid yang sangat santuy
hingga penuh dengan ambisi.
Santuy, mengapa? cerita ini dimulai saat saya tidak naik kelas satu sekolah dasar. Saat yang sungguh penuh perjuangan untuk bangkit kembali. tak lepas dari semuanya pasti ada rasa sedih dalam hati yang membuat segalanya terasa berat dijalani. 28 tahun lalu kisah itu coba tuk dikenang kembali kemudian saya tumpahkan disini. kesulitan menulis dan mengingat huruf yang terasa tertukar tanpa pasti. Ibu suminah namanya, beliau bagai malaikat yang turun ke bumi untuk bisa membimbing ketidak bisaanku dan ajaibnya perlahan dengan kesabaran beliau akhirya saya bisa untuk menulis juga membaca. Alhamdulillah, bahagia dan penuh syukur bisa naik ke kelas 2 sekolah dasar adalah hadiah terbaik yang pernah saya dapatkan.
Terjadi pada pendidikan informal yang saya jalani, mengaji pun saya sangat susah untuk belajar. Singkat cerita datanglah malaikat berikutnya bernama Ustad Zubair yang membuat segalanya berbeda dan lebih bermakna. Seperti cerita pertama alhamdulillah ngajipun sudah bisa dijalani dengan baik. Dari dua kisah ini saya banyak belajar tentang kesabaran seorang guru untuk terus memberikan pelayan terbaik bagi setiap muridnya. Tentang penggalan kata-kata “memberikan pelayanan terbaik” sudah jarang ditemudi teladan yang seperti ini.
Cerita langsung meloncat jauh ke puncak dimana saya menemukan bukit-bukit
inspirasi tertinggi untuk terus menjalani sebagai guru hingga kini. Perlahan
kecambah untuk menjadi guru ini tumbuh saat kelas 5 hingga kelas 6 sekolah
dasar karena sekali lagi saya merasakan menemukan guru yang menjadi sosok
berharga dalam mengispirasi cerita ini. Bapak Miftahul Ulum namanya, seorang guru
yang berpenampilan rapi, tegas dan sangat pintar dalam memeberikan ilmu dalam
proses pembelajaran. Beliau juga yang memilih saya untuk ikut olimpiada IPA
hingga mengantarkan ke tingkat kabupaten. Senang sekali rasanya berkat beliau
saya memberanikan diri untuk bermimpi untuk menjadi seorang guru kelak. Guru
apa? Belum berani melampaui pemikiran ini yang jelas sangat ingin menjadi guru.
Sarjana pendidikan Biologi,
inilah yang saya pilih untuk pertanyaan “menjadi guru apa?” didalam hati kecil ini. Mengapa? Karena bukit inspirasi
berikutnya bernama Bapak Sarwo Edi, beliau guru Biologi saat saya masih duduk
dibangku sekolah menengah pertama. Guru yang sangat sabar, serbabisa dan
tentunya pintar. Mengapa serbabisa? Karena beliau juga pelatih ekstra kurikuler
Volly kami kala itu. Paling berkesan diampu oleh beliau adalah ketika beliau
selalu memberikan kesempatan terbaik bagi semua muridnya untuk berprestasi. Dua
kali dipercaya beliau untuk olimpiade biologi tingkat kabupaten dan dua kali
pula saya mungkin mengecewakan beliau. Beda cerita untuk kejuaran Volly kami
bisa membuat beliau tersenyum dengan piala yang kami persembahkan untuk SMPN 1
Galis. Sajak saat itu dalam hati saya bertekat keras untuk bisa menjadi guru
Biologi seperti beliau.
Banyak sekali rintangan untuk bisa berkuliah dari pesimisme abah yang
selalu bilang “Pak camat la benyak” yang artinya Bapak camat sudah
banyak ini mengandung makna tersirat kalau pegawai sudah banyak. Belum lagi
kondisi ekonomi yang menurun kala itu juga menjadi pertimbangan untuk menjadi
seorang guru yang kelak harus juga memikirkan saudara yang lain agar bisa
dihidupi oleh hasil keringat seorang guru. Namun umik selalu mendukung keras
meski saya telah gagal mengikuti ujian masuk pada dua universitas negeri terkenal
di jawa timur. Umik selalu bilang bahwa apapun cita-citamu jangan pernah
berfikir ke belakang, teruslah maju membawa nama baik keluarga. Wal hasil sempat
putus asa dan malu untuk kembali ke kampung akhirnya saya bicara dari
hati-kehati kepada kedua orang tua untuk tetap tinggal di Kota Malang sambil
bekerja yang nantinya uang hasil bekerja ditabung sebagai persiapan kuliah
tahun depan. Namun Alloh selalu memberikan jalan terbaik bagi semua umatnya,
termasuk kesedihan saya karena gagal kuliah di universita negeri.
Tanpa diduga saat membantu paman sebagai tukang parkir datanglah sodara
dari kampug sehabis belanja. Dia menanyakan kenapa tidak berkualiah
dan saya jelaskan seperti cerita sebelumnya kemudian dia mengajak untuk mencari
jurusan yang saya mau dikampusnya. Univeristas Muhammadiyah Malang nama kampus
yang akan saya datangi juga tempat kuliah saudara dari kampung. Ternyata jurusan
Pendidikan Biologi ada dan tanpa berfikir panjang saya bulatkan tekat sambil
berharap bisa menjadi guru seperti guru-guru hebat yang telah mendidik saya
khusnya seperti bapak Sarwo Edi. Mimpi pun dari sebuah kecambah kecil kini
mulai tumbuh dan berkembang merekahkan daunya yang kuatkan batangnya.
“Salah satu level tertinggi seorang guru adalah menginspirasi” Abdulloh aup
BAGIAN KEDUA : Jalani Konektivitas antara
“Otak, Hati dan Perut”
Empat tahun dijalani dengan lika-liku dunia perkuliahan dari susahnya
mengatur uang dalam dompet ini hingga mengatur suasana perut yang lapar karena
belum ada kiriman uang datang direkening. Dompetpun sepi dan lapar ditolong
oleh SMS teman-teman baik seperti ini “Main kesini kita masak banyak” perutpun
langsung mengiyakan untuk setuju. Tugas dan praktikum menumpuk dijadwal pintu
kos pun kadang merindukan tanggal merah. Belum lagi godaan ngopi dipinggir
jalan bagi mahasiswa jenis kere hore seperti saya ini tentunya berat sekali.
Namun apalah daya sudah bisa berkuliah saja rasanya sudah menjadi keajaiban. Terima
kasih bagi semua teman-teman seperjuangan yang telah saling menyemangati,
mendukung dan berdoa untuk bersama mengejar mimpi-mimpi.
Perjuangan terberat sebenarnya bukan saat kuliah namun ketika terjun
langsung didunia pendidikan menjadi guru. Tiga organ harus kita koneksikan
secara langsung dan terus melatihnya agar bisa pada level sabar dalam sebuah perjuangan.
Otak, hati dan perut harus terus dilatih untuk jalani menjadi guru, khusunya
guru honorer karena sering kali gajinya menjadi horor. Mulai dari sering telatnya gaji
bahkan samapai berbulan bulan, tidak tepat waktu yang sering sekali
mengganggu fokus kami para guru honorer untuk mengajar. Mungkin lebih mudah
dijalani oleh guru honorer yang belum berkeluaraga dan level terberatnya
dirasakan setelah memiliki buah hati. Konsentrasi terpecah bahkan tak
terpungkiri mesin token listrik terus berbunyi tittt....tiiitttt.....tiitttt padahal kami
belum menerima gaji. Hanya bisa mengelus dadan dan terus beradaptasi dengan
semua ini.
Sepuluh tahun mengajar membuat adaptasi ini kian pasti dan mulai terbiasa
dengan ekosistem yang terbentuk pada dunia pendidikan Indonesia. Inspirasipun
datang kembali dari seorang dosen yang dulunya banyak tidak banyak disuka karena "Killer" oleh mahasiswanya
namun kini paling dirindukan. "Killer" karena sangat konsisten dalam taat waktu dan
ketegasanya dalam proses pembelajaranya. Kini kami kangen karena semua yang
beliau ajarkan kini nyata didunia pendidikan yang sedang kami tapaki kini. Bapak Wahyu
Prihanta namanya, dosen yang banyak menginspirasi para mahasiswanya, dengan mendidik kemampuan
beradaptasi juga konservasi. Dari beliaulah saya banyak belajar tentang
kehidupan mengajar dan pengabdian yang menurut saya menjadi sangat berarti
dalam perjalan menjadi seorang guru. Beliau pernah berkata “berjuanglah sebagai
bentuk syukur kita terhadap nikmat yang telah tuhan berikan”. Benar-benar
“makjleb” dirasakan dalam hati ini kata-kata beliau untuk langkah-langkah yang
lebih bermakna bagi kami sebagai pendidikak dan juga peserta didik dikelas
bahkan luar kelas.
Harus terus dijalani karena “inilah jalan ninja ku” begitu kalau meniru semangat naruto. Jalan-jalan berliku inilah yang sudah saya pilih untuk mengamalkan ilmu dari segenap guru yang telah saya dapatkan. Bagaimanapun rasanya, manis dan pahit akan saya coba jalani hingga batas yang jauh melampai mimpi itu sendiri. Otak, hati dan perut ayolah bantu saya, bersahabatlah dengan keadaan ini dan Alhamdulillah tuhan selalu memberikan jalan dan pilihan yang bisa kita gunakan dengan baik yaitu dengan kata “Perjuangan”.
Perjuangan adalah menyatukan “otak, hati dan perut” dalam bentuk doa dan
usaha! Abdulloh aup
BAGIAN KETIGA : Semuaku "Kamu Menerangiku"
Kisah asmara seorang guru honorer tak sekeren sinetron ala-ala televisi
indonesia namun apalagi ala film korea namun getir dan rasa berdebar pasti ada disetiap
episodenya....hehehehe. Mulai berkeluarga
setelah 3 tahun mengabdi sebagai guru honorer sangat mempengaruhi
pola pikir saya berkenaan antara organ otak, hati dan
perut yang kadang tidak berhubungan baik, mengapa? Sudah dijelaskan dibagian sebelumnya. kini saatnya dilanjutkan pada pembahasan betapa saya sangat beruntung memiliki duet
hidup dalam menemani sekaligus memadu pahit
dan manisnya dunia. Ditambah lagi kini sudah
mendapatkan bonus 3 anak yang luar biasa mewarnai hidup kami.
Ketemunya
dimana? Kami sebenarnya satu
Almamater disalah satu kampus swasta dengan inisial UMM tak pernah satu kali
pun bertemu hingga akhirnya wisudapun bersama namun juga tak bisa bertemu. Hanya
saja bisa bertemu dengan "Om-nya" alias Mbah ku (Mbah sepupu) pokoknya Mbah titik hehhee. Seperti
cerita-cerita drakor....waktupun berlalu....jangankan berjumpa, wajah aslipun
tak tahu dan perlu diingat juga belum ada rasa kala momen ini terjadi. Hanya
modal tahu data riwayat saja lewat buku kenangan alumni wisuda UMM, itupun foto didalamnya hitam putih yang sungguh tidak nampak manisnya.
Sama-sama berkarir sebagai guru karena kuliah
difakultas pendidikan dan tentunya bercita-cita menjadi guru. Singkat cerita
sekolah tempat mengajar kekurangan tenaga pengajar bahasa Arab dan bahasa
Inggris akhirnya saya rekomendasikan dia kepada kepala sekolah. Jeng jeng
jeng.... Akhirnya untuk pertama kalinya kami dipertemukan di sekolah....... oh ini aslinya toh..... Baru 3 bulan kami sekantor sudah banyak agen-agen perjodohan muncul.
Hatipun mulai goyah dan rasapun kok mulai tumbuh. Akhirnya pilihan terakhir
harus dilakukan "ini harus dihalalin". (Kami menikah) Dari sinilah dia berhenti mengajar dan fokus berjulan
sambil mengurus anak dan terus mendukung saya dari honor dengan gaji 350k hingga kini 600k. Bahagia tidak lepas dari
dukungan istri yang terus kuat membantu perekonomian keluarga namun peratn mertua yang juga mendukung saya untuk tetap menjadi guru meski beliau tahu
berapa nominal gaji yang saya dapat namun beliau berkata “semoga barokah”
meskipun sedikit. Ada terbersit rasa malu sebenarnya karena jauhnya perbedaan
penghasilan yang kami dapat, mentok-mentok gaji yang saya dapat hanya cukup untuk kebutuhan bensin selama sebulan dan listri rumah selama sebulan.
Kami sama-sama saling menguatkan bukan hanya saling mendukung saat prosesi ijab kobul saja namun hingga kini kami terus berusaha melakukan yang terbaik, bertahan dan maju kembali disetiap kami jatuh oleh krikil-krikil kecil pertengkaran ala rumah tangga yang bahagia. Bahagia dan gaji yang sejati adalah kombinasi unik dalam mengarungi hidup berumah tangga dengan pujaan hati. Bukan merayu ataupun membual juga me-lebay-lebaikan cerita ini namun romantisme guru honorer yang memiliki duet hidup kuat dan hebat sebagai penyamangat guna membasuh peluh juga keluh kesah yang menjadi virus berbahaya akan pengabdian ini. Terima kasih istriku dan anak-anakku, tanpa kalian apalah arti perjuangan ini jadinya. perjuangan ini akan hambar dan tentunya tak akan bisa menjadi bahan ketikan jari-jemari ini untuk ditulis sebagai pengingat dimasa yang akan datang bahwa saya tidak berjuangan sendirian, ada doa mereka yang selalu menyertai tiap jalan pengabdian ini. Ibarat lampu yang benderang dia menyinari Semuaku, semua sisi yang telah tertuang dalam tulisan ini.
BAGIAN TERAKHIR : Hal yang Sangat Berarti
Sisi lain seorang guru honorer tentunya harus menjadi wirausaha apapun bentuknya untuk menambah penghasilan keluarga. "dhemar" = dhegeng mar-samar yang artinya berdagang secara samar begitulah mungkin yang dijalani selama ini menjadi guru "honorer". pahit dan manis harus ditelan sendiri kemudian dicerna sebagai pustaka baru untuk sebuah kebahagiaan. Pernah berjualan kue dikopsis sekolah hingga cetak kaos pendidikan sempat dijalani namun mungkin belum bisa dikatakan sukses. Inilah pembelajaran sesungguhnya ternyata jiwa wirausaha belum lekat dengan kehidupan saya pribadi.
Saat terkeren adalah ketika membantu usaha mertua dalam mengantar barang-pesanan pesanan pelanggan beruba barang-barang dapur. Mulai dari barang plastik, pecah belah hingga alumunium. Sangat keren karena ada hal yang sangat seru yaitu mengirim barang kepada langganan di pasar yang kebetulan dekat dengan sekolah yang saya ajar. Artinya saya akan mendapatkan peluang bertemu murid dengan penampilan yang berbeda ala-ala kuli angkut barang dengan menggunskan kaos dan celana bola. Ada murid yang acuh dan pura-pura tidak melihat bahkan tidak kenal namun yang sangat membanggakan bagi saya adalah ketika beberapa murid menyapa saya dengan kata "bapak" kemudian bersaliman. Sempat saya tolak dengan "nak tangan bapak kotor" saat itu posisi saya mengangkut barang dipunggung namun mereka tetap cium tangan dan sontak beberapa orang dipasar kaget mungkin dalam hati mereka "kok anak-anak SMP cium tangan kekuli angkut?". Hingga salah satu dari mereka bertanya pada saya "tadi anak-anak SMP keluarga mas?" Saya menjawab "mereka murid-murid saya pak" disertai wajah yang kaget untuk kesekian kalinya.
Melompat lagi kebagian berikutnya yang sempat diceritakan sebelumnya. Tentang istri yang juga ikut
memahami kebutuhan keluarga dengan berhenti mengajar dan membuka toko di rumah,
menurutnya dari pada menggaji asisten rumah tangga mending dia yang menjaga
anak sambil lalu membuka toko agar bisa berjualan. Tentunya saya merasakan
berat karena jiwa istri pastilah juga berjiwa pendidikan. Namun kami
sempat diskusi panjang antara kami berdua siapa yang harus tetap mengajar dan
istri memilih saya untuk terus berjuang.
Sambil lalu terus mengasah "Iritabilita" agar rasa
"iri" menjadi sesuatu yang tak penting bagi perjuangan berlomba-lomba
dalam kebaikan. Kamipun terus menjalaninya hingga
kini dan terus berjuang bersama karena dengan tetap bersama kami bisa saling
kuat dan menguatkan. Kini harapan terbesar didepan mata adalah kembali bejuang
utuk menjadi guru kontrak (P3K) dan semoga ini menjadi cerita baru dan
perjuangan baru dalam mengarui dunia pengabdian ini.
Melangkah kembali, banyak
hal menarik dalam perjalanan menjadi guru dalam interaksi siswa dan guru. Yang paling
menempel di hati adalah ketika bisa memandu bakat anak desa bisa mendapatkan
peringkat 60 besar kompetisi IPA tingkat propinsi dan juga sangat bahagia saat
mendapingi tim Karya Ilmiah Remaja (KIR) ditingkat kabupaten meski hanya
mendapatkan peringkat 2 namun mereka sangat bagus dalam pembawaan presentasi dan
banyak penonton kagum akan penampila mereka hingga terbersit dalam hati meski
tidak juara nantinya tetap juara dalam hati. Terakhir dalam membibit karakter cinta lingkungan lewat gerakan ekstrakurikuler SEL (WWW.SCIENCEEXPEDITIONLEARNING.COM) yang juga banyak memberi pengalaman dan pembelajaran bagi diri ini.
Sekian hal yang sangat
berarti yang coba saya ketikkan hingga jemari ini serasa menari diatas keyboard
dan serasa "ngetik" skripsi kembali. Semoga kita semua mendapat barokah dari
semua guru-guru kita dan guru-guru kita diberikan keberkahan hidup hingga
kelak kita semua bisa berreuni di surga yang telah Alloh janjikan.
"Jadikan prolog sedihmu sebagai pustaka bahagiamu"
Abdulloh aup
Komentar
Posting Komentar