Guru Bukan Lagi Pilihan Utama Generasi Z
Krisis Minat: Ketika Menjadi Guru Bukan Lagi Pilihan Utama Generasi Z
Pendidikan adalah pilar peradaban, dan guru adalah arsitek masa depan bangsa. Namun, di tengah gemuruh perkembangan teknologi dan peluang karier yang kian beragam, profesi mulia ini menghadapi tantangan serius: krisis minat Generasi Z (Gen Z).
Pernyataan terbaru dari Ketua Umum PB PGRI yang menyebutkan bahwa hanya 11% anak muda yang berminat menjadi guru, dan itupun sering kali karena 'tidak ada pilihan lain,' adalah lonceng alarm yang harus kita dengar keras-keras. Angka ini mencerminkan sebuah persepsi kolektif di kalangan Gen Z bahwa karier sebagai pendidik di Indonesia tidak menjanjikan untuk masa depan.
Jurang Remunerasi: Mengukur Penghargaan Negara
Inti dari masalah ini kerap kali mengerucut pada satu hal fundamental: kesejahteraan dan kepastian karier.
Di Indonesia, perjuangan guru—khususnya yang berstatus honorer—untuk mendapatkan penghasilan yang layak adalah kisah pilu yang tak kunjung usai. Jauh sebelum membahas tunjangan, banyak guru, terutama di daerah, masih menerima upah di bawah standar yang layak, bahkan ada yang masih berada di kisaran Rp 300.000 per bulan.
Ironisnya, saat profesi yang menentukan kualitas SDM bangsa dihargai begitu rendah, kita melihat kontras mencolok pada jabatan publik lainnya.
Perbandingan Kesejahteraan: Ketika gaji guru masih diperjuangkan untuk mencapai kelayakan hidup, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menikmati gaji dan tunjangan yang fantastis, dilengkapi dengan jaminan pensiun yang aman.
Disparitas ini mengirimkan pesan yang sangat jelas kepada Gen Z: Negara tidak memprioritaskan profesi pendidik.
Ancaman Kepastian Karier: Isu Pensiunan bagi ASN PPPK
Isu kesejahteraan juga diperparah dengan ketidakpastian jaminan masa tua. Skema Aparatur Sipil Negara (ASN) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), meskipun menjadi langkah maju, masih meninggalkan masalah krusial: ketiadaan dana pensiun.
Seorang guru PPPK, yang mengabdi dengan dedikasi setara dengan PNS, menghadapi risiko finansial yang besar setelah pensiun. Ini adalah poin vital yang membuat profesi guru dipandang tidak memiliki "kepastian masa depan," semakin membenarkan alasan Gen Z untuk beralih ke sektor lain yang menawarkan keamanan finansial jangka panjang.
Belajar dari Negara Maju: Guru Sebagai Jabatan Elit
Untuk memahami apa yang hilang, mari kita lihat bagaimana negara-negara maju memandang dan menghargai profesi guru. Di banyak negara yang memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia:
- Guru adalah Profesi Elit: Gaji guru setara, atau bahkan melebihi, gaji yang ditawarkan oleh banyak sektor korporat atau jabatan profesional lainnya.
- Investasi Strategis: Peningkatan remunerasi guru dianggap sebagai investasi strategis dalam kualitas masa depan negara, bukan sebagai beban pengeluaran.
- Contoh Nyata: Negara seperti Finlandia, Singapura, dan Kanada memastikan guru mendapatkan paket remunerasi yang kompetitif, tunjangan penuh, dan jaminan pensiun yang solid. Mereka menjadikan profesi guru sebagai salah satu karier yang paling dihormati dan dicari oleh lulusan terbaik.
Membalikkan Narasi
Jika Indonesia ingin keluar dari jebakan "kualitas pendidikan yang biasa-biasa saja" dan bersaing di panggung global, kita harus segera membalikkan narasi ini.
Tidak cukup hanya memanggil guru sebagai "pahlawan tanpa tanda jasa." Penghargaan sejati harus diterjemahkan ke dalam kebijakan nyata yang mencerminkan nilai strategis profesi ini.
- Revisi Remunerasi: Gaji guru, khususnya honorer dan PPPK, harus dinaikkan secara drastis hingga mencapai standar hidup layak dan setara dengan tuntutan kualifikasi mereka.
- Jaminan Pensiun: Skema pensiun harus dijamin untuk semua guru ASN, termasuk PPPK, untuk memberikan kepastian masa depan.
- Investasi Prioritas: Pemerintah harus menunjukkan bahwa pendidikan adalah prioritas dengan mengalokasikan anggaran yang kompetitif untuk kesejahteraan pendidik, bahkan jika itu berarti merestrukturisasi alokasi dana untuk jabatan-jabatan yang kurang strategis.
Hanya dengan menjadikan karier guru menjanjikan, stabil, dan bergengsi secara finansial, kita bisa menarik 89% Gen Z yang tersisa untuk mau mengabdikan diri di ruang kelas. Masa depan pendidikan Indonesia bergantung pada bagaimana kita menghargai dan memposisikan pahlawan di garis depan.

Komentar
Posting Komentar