Seni Berbicara Tanpa Harus Berteriak
"Seni Berbicara Tanpa Harus Berteriak: Belajar dari Hujan dan Rahasia Bunga"
Naikkan Level Kata-Kata, Bukan Volume Suara
Pernah nggak sih, kamu terjebak di tengah debat kusir? Entah itu di kolom komentar Instagram atau pas lagi nongkrong bareng temen. Suasana makin panas, urat leher makin keluar, dan akhirnya kita cuma saling teriak tanpa ada yang benar-benar dengerin.
Di saat-saat kayak gitu, saya sering teringat satu pesan "nyelekit" tapi indah dari Jalaluddin Rumi:
"Raise your words, not your voice. It is rain that grows flowers, not thunder."
"Naikkan level omonganmu, bukan volume suaramu. Karena hujanlah yang menumbuhkan bunga, bukan petir."
Kenapa Kita Hobi "Jadi Petir"?
Kita sering mengira kalau suara makin kencang, argumen kita makin menang. Padahal, petir itu cuma berisik. Dia mengagetkan, bikin orang menutup telinga, bahkan bisa menghanguskan. Tapi, pernah nggak kamu lihat petir bikin tanaman tumbuh subur? Nggak pernah.
Begitu juga dengan cara kita berkomunikasi. Saat kita bicara dengan penuh emosi, makian, atau nada tinggi, kita sebenarnya lagi jadi "petir". Kita mungkin merasa puas karena sudah "meledak", tapi pesan yang ingin kita sampaikan malah nggak pernah sampai ke hati lawan bicara. Mereka nggak tumbuh, mereka justru menutup diri karena takut atau tersinggung.
Menjadi "Hujan" di Dunia yang Berisik
Hujan itu lembut. Dia turun perlahan, meresap ke dalam tanah yang keras, dan memberi nutrisi sampai ke akar. Itulah analogi untuk kata-kata yang berkualitas.
Menaikkan "level" omongan bukan berarti harus pakai bahasa filsafat yang berat atau istilah bahasa Inggris yang ribet biar kelihatan pinter. Menaikkan level artinya:
- Isinya berbobot: Ada empati dan logika di dalamnya.
- Waktunya tepat: Tahu kapan harus bicara dan kapan harus diam.
- Tujuannya jelas: Untuk memberi solusi, bukan sekadar menjatuhkan.
Menyirami Hati "Seni Berbicara Tanpa Harus Berteriak"
Dalam perjalanan #seduhsufi kita hari ini, mari kita refleksi sejenak. Berapa banyak hubungan yang retak cuma karena kita lebih milih jadi petir daripada jadi hujan?
Dunia ini sudah terlalu berisik dengan orang-orang yang merasa paling benar lewat teriakan. Kita nggak butuh tambahan kebisingan. Kita butuh kesejukan. Kita butuh kata-kata yang—meskipun sederhana—bisa bikin orang lain merasa "teduh" dan mau tumbuh jadi lebih baik.
Jadi, buat kamu yang lagi ngerasa emosi atau pengen banget nge-gas: Coba tarik napas dulu. Seduh kopimu, tenangkan hatimu. Ingat, bunga-bunga di taman hati seseorang hanya akan mekar kalau kamu siram dengan kelembutan, bukan kamu sambar dengan kemarahan.
Karena pada akhirnya, yang membekas di hati seseorang bukan seberapa keras suaramu, tapi seberapa tulus dan dalamnya makna yang kamu sampaikan.

Komentar
Posting Komentar