Ketika Presiden Minta Guru Jadi Penjaga Lingkungan

 


🌳📚 Ketika Presiden Minta Guru Jadi Penjaga Lingkungan: Ironi di Tengah Bencana dan Tumpulnya Tanggung Jawab

Oleh: Abdulloh – Guru IPA SMPN 1 Blega

Sebagai seorang Guru Pendidikan Biologi yang mengajar IPA, hati saya miris menyaksikan bencana banjir di Sumatera. Gambar-gambar kerusakan dan angka korban jiwa itu bukan sekadar statistik; itu adalah jeritan bumi dan anak bangsa yang terabaikan. Pun di tengah duka ini, kita mendengar imbauan dari Bapak Presiden Prabowo Subianto: Minta guru mengisi silabus pendidikan lingkungan hidup di sekolah.

Sebuah permintaan yang sejatinya mulia, sejalan dengan nurani dan tugas kami sebagai pendidik. Kami adalah garda terdepan pembentuk karakter, dan sebagai guru sains, naluri kami memang mengajarkan bagaimana manusia seharusnya menjadi Khalifah di muka bumi ini, menjaga dan melestarikan alam, bukan merusaknya. Di SMPN 1 Blega, dari sepuluh tahun lalu kami bahkan sudah mewujudkan inisiatif ini dengan gerakan SEL (Science Expedition Learning), sebuah wadah nyata pembibitan karakter cinta lingkungan pada anak didik kami. Bagaimana yang dilakukan oleh pemerintah dengan Mentri hutannya?

Guru Sudah Berusaha Lewat "Sekolah Adiwiyata"

Kami para guru bukan hanya bergerak di tingkat inisiatif pribadi seperti SEL di sekolah kami. Di seluruh Indonesia, banyak sekolah telah berjuang keras dan berkorban waktu serta tenaga untuk meraih dan mempertahankan predikat Sekolah Adiwiyata—sebuah pengakuan atas dedikasi sekolah dalam menerapkan norma dan etika lingkungan dalam kurikulum dan budaya sekolah. Upaya ini menunjukkan bahwa komitmen guru dalam mendidik karakter cinta lingkungan dan tanggung jawab sosial-ekologis tidak perlu diragukan. Namun, perjuangan kami ini terasa sia-sia dan melelahkan, ketika kerja keras di tingkat akar rumput dirusak oleh kebijakan makro yang justru menghalalkan eksploitasi alam besar-besaran, seolah-olah apa yang kami ajarkan di kelas hanyalah dongeng belaka.

Beban Guru vs. Tantangan Realitas

Namun, ada ironi yang menganga di balik imbauan tersebut. Bapak Presiden yang terhormat, dengan segala hormat, apakah Anda tahu bagaimana kesibukan guru-guru di lapangan? Kami sudah tenggelam dalam tumpukan administrasi yang tak ada habisnya, kurikulum yang terus berubah, serta tuntutan untuk mengejar target akademik yang seringkali mengesampingkan pendidikan karakter yang esensial. Kami didorong untuk berinovasi, menciptakan modul, dan kini harus "mengisi silabus" tambahan?

Kami selalu siap mendukung kebaikan. Kami selalu siap mendidik anak-anak kami untuk mencintai lingkungan. Tapi, di saat yang sama, kami tak bisa menahan pertanyaan: Apa yang sudah pemerintah lakukan secara nyata untuk mendukung dan melindungi lingkungan ini?

Hukum Tumpul, Pejabat Terlibat, dan Bencana yang Nyata

Ini adalah poin krusial yang seringkali terabaikan. Apa gunanya guru menggembleng siswa dengan karakter cinta lingkungan, mengajarkan tentang pentingnya menjaga hutan, tentang ekologi dan dampak deforestasi, jika pada akhirnya:

  1. Pemerintah tidak tegas menegakkan hukum atas pelanggaran alam yang nyata di lapangan?

  2. Pelaku perusakan lingkungan seringkali adalah korporasi besar yang punya backing kuat, bahkan diduga melibatkan oknum pejabat dan petinggi hukum itu sendiri? Mereka yang seharusnya menjaga, justru menjadi "pemain" di balik layar bencana.

Kami mengajarkan anak-anak bahwa perbuatan buruk ada konsekuensinya. Tapi bagaimana kami bisa menjelaskan saat mereka melihat dengan mata kepala sendiri, bahwa di dunia nyata, para perusak lingkungan, termasuk mereka yang punya kuasa, seringkali lolos dari jerat hukum? Ini adalah kontradiksi fatal yang mengikis kepercayaan dan semangat anak didik kami.

Bencana di Sumatera adalah bukti nyata dari kegagalan ini. Ini bukan hanya tentang hujan deras, tapi tentang penebangan hutan masif, alih fungsi lahan tanpa kendali, dan korupsi lingkungan yang sudah akut. Ini adalah konsekuensi dari kebijakan yang tumpul, penegakan hukum yang lemah, dan budaya malu yang sudah lama terkikis di kalangan elit.

Kami Bertindak, Pemerintah Berbuat Apa?

Kami, para guru di SMPN 1 Blega, sudah bergerak dengan SEL. Kami menanamkan nilai-nilai cinta lingkungan, tanggung jawab, dan etika kepada generasi muda. Kami percaya pada kekuatan literasi lingkungan untuk membentuk karakter yang peduli.

Lalu, pemerintah sudah berbuat apa?

Yang kami lihat sekarang adalah bencana! Bencana yang memakan korban jiwa, menghancurkan masa depan, dan mencoreng citra bangsa. Ini bukan lagi saatnya retorika atau imbauan tanpa tindak lanjut. Ini adalah saatnya aksi nyata:

  • Evaluasi total semua izin konsesi yang merusak lingkungan.

  • Tindak tegas semua pelanggar hukum lingkungan, tanpa pandang bulu, termasuk oknum pejabat yang terlibat.

  • Prioritaskan keberlanjutan di atas keuntungan sesaat.

  • Dukung guru bukan hanya dengan imbauan, tapi dengan sistem yang lebih baik dan beban administrasi yang lebih ringan, agar kami bisa fokus pada pendidikan karakter yang esensial.

Sebagai seorang guru yang membibit karakter cinta lingkungan bukan sawit yang membawa bencana itu, saya ingin anak didik saya hidup di bumi yang lestari, bukan di tengah puing-puing bencana akibat keserakahan. Pak Presiden, imbauan Anda kami dengar. Sekarang, tolong tunjukkan kepada kami, dan terutama kepada anak-anak kami, apa aksi nyata yang akan Anda dan jajaran pemerintah lakukan?


#GuruPeduliLingkungan #SMPN1Blega #GerakanSEL #PendidikanLingkunganHidup #TanggungJawabPemerintah #BencanaAlamBukanTakdir #HukumLingkungan #LiterasiLingkungan #Prabowo #SelamatkanSumatera #KhalifahDiBumi

Komentar

  1. Tulisan yang sangat tajam dan reflektif! Menggali lebih dalam tentang peran pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir, serta menekankan pentingnya pendidikan dan kesadaran lingkungan melalui peran guru. Sangat inspiratif dan relevan untuk kondisi sekarang.

    BalasHapus
  2. Keren semua tulisannya mudah dicerna pak guru

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih bosku, yang ngajarin saya blog 🙏🏾

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer